Minggu, 19 Mei 2013

TEKNIK & PEMECEHAN MASALAH SECARA KREATIF (BAB IX)



TEKNIK & PEMECEHAN MASALAH
SECARA KREATIF (BAB IX)

Makalah Ini Disusun Dalam Rangka
Memenuhi Tugas Yang Diberikan
Oleh Dosen Pengampu,
Resty Pramitha Dewi, S.Psi., M.psi., Psi.

Disusun
Oleh :

Arpin Joyo
10110022

Logo_PGRI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) 2013
 



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagia Allah SWT, yang telah melimpahkan segala limpahan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan karunia-NYA. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad SAW. Salah satu nikmatnya yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah. Dalam makalah berisi tentang Teknik Dan Pemecahan Masalah Secara Kreatif.
Dalam makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
  1. Resty Pramitha Dewi, S.Psi.,M.Psi., Psi. Selaku pengampu mata kuliah Pengembangan Kreativitas  yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan review jurnal ini.
  2. Dan semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian review makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kesempurnaan makalah ini semakin nyata.
Bandar Lampung, Mei 2013
                 

Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Ada satu adagium yang sangat terkenal dari seorang tokoh dunia dan masuk dalam kategori 100 orang paling berpengaruh di dunia, yaitu Albert Einstein. Ya, dialah penemu teori relativitas yang mengguncang dunia sains karena keberaniannya mengkritik dan menerobos kemapanan dunia sains yang telah dikembangkan secara massif oleh ilmuwan sebelumnya.
Einstein mengemukakan bahwa “imagination is more important than knowledge”; imajinasi lebih penting dari pada pengetahuan. Imajinasi merupakan komposisi dasar dan paling utama dari konstruk yang disebut dengan kreatifitas. Kreatifitas lahir dari suatu imajinasi yang menembus batas pemikiran yang lazim.
Kreatifitas mulai mendapat perhatian kurang lebih menjelang paruh pertama abad XX atau tepatnya setelah perang dunia II. Di Indonesia, perhatian pada bidang ini juga tumbuh dengan pesat terutama sejak penelitian Munandar pada tahun 1977 yang menekankan pentingnya kreatifitas dikembangkan pada pendidikan formal serta pertama kalinya diciptakan tes kreatifitas di Indonesia; makin disadari perlunya langkah-langkah konkret untuk mengembangkan kreatifitas sejak dini (Mulyadi, dalam Rosalina, 2008).
Menurut hasil riset Torrance (Freeman& Munandar, dalam Rosalina, 2008) pada anak-anak di Amerika menunjukkan bahwa kreatifitas mencapai puncaknya antara usia 4 sampai 4,5 tahun. Berdasarkan hasil penelitiannya pada tahun 1962, Torrance menemukan bahwa pada anak-anak di Amerika terlihat kemampuan kreatifitasnya menurun satu tingkat skor saat ia berusia 5 tahun. Untuk itulah perlu diadakan upaya peningkatan kreatifitas pada anak sejak usia dini.
Para ahli juga menegaskan bahwa kreatifitas mencapai puncaknya di usia antara 4 sampai 4,5 tahun. Anak prasekolah memiliki daya imajinasi yang amat kaya sedangkan imajinasi ini merupakan dasar dari semua jenis kegiatan kreatifitas. Mereka memiliki “kreatifitas alamiah” yang tampak dari perilaku seperti : sering bertanya, senang menjelajahi lingkungan, tertarik untuk mencoba segala sesuatu, dan memiliki daya imajinasi yang kuat.
Dalam kehidupan ini kreatifitas sangat penting, karena kreatifitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Kreatifitas manusia melahirkan pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya spektakulernya, seperti Thomas Alfa Edison (penemu bola lampu), Wrighst bersaudara (penemu pesawat terbang), Warren Buffet (Orang terkaya di dunia dan menjadi inspirator bagi pelaku pasar lain), Bill Gates (Owner Microsoft), JK Rolling (Author serial Harry Potter), dan sebagainya.
Kreatifitas menjadi suatu trend tersendiri dewasa ini, mengingat ranah kehidupan manusia terus mengalami dinamisasi yang signifikan sehingga membutuhkan kemampuan dan kecakapan hidup dalam mengarunginya. Jika tidak ingin tergerus oleh perkembangan zaman, maka seseorang dituntut untuk lebih kreatif dan mengelaborasi seluruh potensi dan kemampuan inherennya untuk melahirkan, paling tidak satu karya kecil, yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain.
Apresiasi terhadap kreatifitas menjadi satu keniscayaan tersendiri, khususnya bagi individu yang hidup di lingkungan yang penuh dengan tantangan inovasi dan kreasi untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dari kebanyakan, sehingga dapat memberi manfaat pada yang bersangkutan.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengerti tentang kreatifitas.
2.      Mengerti masalah – masalah dalam menghambat kreatifitas.
3.      Mampu menerapkan teknik – teknik pemecahan masalah secara kreatif. 



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Pemecahan masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi. Pemecahan masalah adalah apa yang terjadi ketika respon rutin dan otomatis tidak sesuai dengan kondisi yang ada (Woolfolk & Nicholich, 2004:320).
Santrock (2005:356) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk menemukan cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai (belum tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988:379) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian dia akan terpacu untuk mencapai tujuan itu dengan menggunakan berbagai cara.
Hunsacker (Lasmahadi, 2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Munandar (Rosalina, 2008) mengatakan bahwa kreatifitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada.
Pemecahan masalah secara kreatif merupakan upaya pemecahan suatu masalah dengan menggunakan cara-cara yang kreatif dan revolusioner (mengkombinasikan berbagai teknik dan metode), sehingga hasilnya lebih signifikan. Cara-cara kreatif dimaksud merupakan cara atau metode yang baru dan komprehensif dan cenderung eksentrik. Metode demikian merupakan suatu penjabaran dari metode-metode yang telah ada sekaligus sebagai upgrading dari metode-metode yang telah ada.
Aplikasi metode pemecahan masalah secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset) yang menerobos kelaziman paradigma tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah kreatif merupakan upaya pemecahan masalah dengan metode (cara) yang efektif dan komprehensif.

2.2. Tekhnik kreatif tingkat I

a.      Memberikan Pemanasan (Warming up)
                   Dalam menumbuhkan iklim atau suasana keratif di dalam kelas yang memungkinkan siswa untuk membuka dirinya, maka guru perlu melakukan “pemanasan” atau warming up, jika siswa di dalam kelas di tuntut untuk mengerjakan tugas – tugas yang hanya mempunyai satu jawaban yang benar, maka siswa memerlukan switch mental dari proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan imajinatif.
                   Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan rasa ingin tahu siswa, seperti “apa saja yang membuat kamu senang?” cara lain berhasil guna adalah dengan mendorong siswa mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah, seperti misalnya sering terjadinya perkelahian antara siswa.
                   Berpikir divergen dapat pula sirangsang dengan mengajukan pertanyaan mendorong ungkapan pikiran dan perasaan yang berakhir terbuka (open-ended thoughts and feelings), seperti :
1.      Andaikata…
Andaikata tidak pernah hujan, apa akibatnya?
2.      Dapatkah memberikan judul lain untuk suatu cerita, sajak, atau lukisan?
3.      Dapatkah menyelesaikan gambar, bentuk, atau cerita yang belum selesai?
4.      Dapatkah memukirkan penggunaan baru untuk benda sehari – hari, seperti kapur, pensil, bola tenis, halaman sekolah?

b.     Sumbang Saran (Brainstorming)
       Teknik sumbang saran yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn merupakan teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat (Shallcross, 1985).
       Osborn, pendiri dari Creative Education Foundation, dalam bukunya Applied Imagination  menetukan empat aturan dasar untuk sidang sumbang saran, yaitu :

a.       Tidak memberikan kritik
      Asas pertama dari berpikir divergen ialah meniadakan sendor untuk kala waktu tertentu. Hal ini dilakukan karena pada umumnya kita cenderung kritis dan berhati – hati, kita dianjurkan untuk selalu mempertimbangkan, selektif, dan lebih menghargai kualitas daripada kuantitas. kecenderungan kritis ini menyebabkan kita lebih memperhatikan apa yang salah, apa yang lemah, apa yan keliru, pada gagasan yang diberikan orang lain, daripada memperhatikan yang baik.
      Kritik yang cepat tanpa memberikan kesempatan untuk mengembangkan suatu gagasan baru dapat mematikan krativitas.kritik yang sering didengar terhadap suatu gagasan yang diberikan ialah :
1.      Hail itu sudah sering dilakukan.
2.      Hal itu belum pernah dilakukan.
3.      Rasanya tidak akan jalan.
4.      Gagasan itu aneh sekali.
Anggota kelompok harus dilatih untuk bersikap terbuka terhadap gagasan
                   orang lain, dan dapat menanguhkan pemberian kritik.

b.      Kebebasan dalam memberikan gagasan
      Diperlukan iklim tertentu agar seseorang bebas dalam mencetuskan gagasan, yaitu iklim dimana ia merasakan aman, diakui, dan dihargai. Apalagi jika siswa belum biasa untuk bebas berbicara, hal ini pun memerlukan latihan.
           


c.       Member banyak gagasan (penekanan pada kuantitas)
      Di sini berlaku asas quantity breeds quality, dengan memberikan banyak gagasan, makin besar kemungkinan bahwa diantra sekian banyak gagasan ada beberapa yang baik, yang berkualitas. Jika dalam sidang sumbang saran, 10 persen dari gagasan yang baik, yang dapat dikerjakan, maka jika ada 100 gagasan, yang yang termasuk baik satu. Dengan menekankan kuantitas, disamping kemungkinan memilih lebih besar, peserta dituntut untuk berusaha lebih keras dalam menyambungkan gagasan.

d.      Gabungan dan perbaikan ide (membonceng, hitch hiking)
      Dalam sidang sumbang saran tidak jarang terjadi bahwa gagasan yang diberikan seseorang menyambung pada gagasan orang lain. Ini merupakan salah satu manfaat  terbesar dari teknik sumbang saran bahwa peserta siding saling memacu dalam pemberian gagasan. Biasanya suasana menjadi menyenangkan dan mencerminkan keasyikan, memberikan pengalaman positif bekerja sama untuk mencapai tujuan memecahkan masalah.
      Peranan dari pemimpin siding sumbang saran sangat penting karena ia bertanggung jawab bahwa anggota kelompok mematuhi aturan dasar dan sekaligus ia berfungsi sebagai fasilitator proses. Sebagai pemimpin ia harus mengingatkan anggota kelompok jika melanggar aturan, misalnya memberikan kritik, dan bahwa ungkapan gagasan tidak perlu panjang lebar. Sebagai fasilitator ia sering menghadapi kesulitan untuk mendorong pemberian ide tanpa menunjukka kesetujuan atau ketidaksetujuan.
      Pemimpin sidang perlu memperhatikan waktu.kadangkala ada waktu kosong di mana tidak timbul ide – ide. Ini berarti siswa memerlukan waktu untuk berpikir (inkubasi), tapi jika ini berlangsug lamadapat menimbulkan frustasi pada siswa. Dalam hal ini pemimpin (guru) dapat memudahkan proses dengan memberikan keranka pemikiran yang berkaitan dengan masalah.
      Memberikan kerangka pemikiran seperti ini meningkatkan kelenturan pemikiran, dan sebagaimana diketahui kelenturan merupakan salah satu aspek dari berpikir kreatif, yaitu kemampuan untuk mengubah perspektif atau sudut tinjau.

c.      Pertanyaan yang memacu gagasan (idea spurring questions)
       Teknik ini juga disebut daftar periksa (checklist), dikembangkan oleh Alex Osborn dengan tujuan meningkatkan gagasan. Pertanyaan – pertanyaan Osborn yang berupa “kata kerja manipulative” membantu seseorang dalam mengembangkan gagasan kreatif dengan melihat hubungan – hubungan baru, memanipulasi informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide – ide yang orisinil.

       Daftar pertanyaan Osborn adalah sebagai berikut (dikutip Shallcross, 1985):
a.       Digunakan untuk hal – hal lain (Put to other uses)
Penggunaan lain bila dimodifikasi?
b.      Menyesuaikan (Adapt)
Apa lainnya yang seperti ini?
Gagasan – gagasan lain apakah yang dapat disarankan?
c.       Mengubah (Modify)
Mengubah arti, warna, gerakan, suara, aroma, rasa, bentuk, ukuran?
Perubahan lain?
d.      Memperbesar (Magnify)
Apa yang perlu ditambah atau diperbesar/ditingkatkan?
Frekuensinya? Kekuatannya? Ukurannya?
Tambah bahannya? Perlu digandakan?
e.       Memperkesil (Minify)
Apa yang perlu dikurangi?, dihilangkan?, diperkecil?, dipadatkan?, diperpendek?
Dibuat lebih ringan?, diperlambat?, dibagi?
f.       Mengganti (Substitute)
Menggantikan apa atau siapa? Bahan lain? Proses lain?
Tempat, waktu atau pendekatan lain?
g.      Menyusun kembali (Rearrange)
Adakah unsure – unsure yang perlu diubah susunannya?
pola, tata, letak, urutan lain?
h.      Membalik (Reverse)
Melakukan yang sebaliknya, yang bertentangan
Memutarbalikkan; yang atas jadi bawah, yang dalam jadi luar
i.        Menggabung (Combine)
Menggabung tujuan? Menggabung gagasan?
Menggabung fungsi? Menggabung dana? Dipadukan?

Contoh pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa:
a.       Penggunaan lain. Apa yang dapat anda lakukan dengan 100 roda dari sepatu roda?
b.      Menyesuaikan, apa saja yang dapat digunakan sebagai tempat duduk?
c.       Mengubah, apa saja yang dapat anda pikirkan agar pergi ke dokter gigi lebih menyenangkan?
d.      Memperbesar, bagaimana bila ulang tahun dirayakan tiga kali dan tidak hanya sekali setahun?
e.       Memperkecil. Bagaimana jika sekolah hanya satu jam sehari?
Bagaimana jika orang hanya 30 sentimeter tingginya?
f.       Mengganti, apa yang akan terjadi jika sepeda dapat terang di udara dan berlayar di laut?
g.      Menyusun kembali. Bagaimana jika anda belajar di sekolah pada malam hari dan tidur siang hari?
h.      Membalik. Bagaimana rasanya jika setiap orang selalu berjalan ke belakang?
i.        Menggabung, penemuan apa yang dapat anda hasilkan jikalemari es, radio, dan jendela digabung?

2.3. Teknik kreatif tingkat II

       1. synectics
                   Teknik synectics dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan merupakan tekik berpikir kreatif yang menggunakan analogi dan metafor (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau (Feldhusen & Treffinger, 1980). Tidak memerlukan peralatan, kecuali kertas atau papan tulis untuk mencatat ide – ide. Langkah pertama ialah merumuskan masalah yang ditulis di papan tulis agar semua dapat melihatnya. Kegiatan selanjutnya dengan seluruh kelas dipimpin oleh guru atau dalam kelompok kecil dipimpin oleh siswa.
                   Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam synectics, yaitu analogi fantasi, analogi langsung, dan analogi pribadi. Yang paling umum digunakan ialah analogi fantasi; disini siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah, termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. Guru dapat meminta siswa memikirkan bagaimana dapat menggerakkan alat yang berat di halaman sekolah. Siswa dapat menghayalkan analogi seperti makhluk – makhluk kecil mengangkat alat tersebut, menggunakan gajah atau balon raksasa. Seperti pada sumbang saran, semua saran diterima, tidak ada yang dikritik, dan siswa dapat melanjutkan gagasan siswa lain.setelah menghasilkan sejumlah gagasan fantasi, guru mengajak siswa melakukan evaluasi praktis dan menganalisis gagasan untuk menemukan yang mana dapat diterapkan secara praktis.
                   Bentuk analogi yang lain adalah analogi langsung. Disini siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar dalam situasi kehidupan nyata. Beda utama antara analogi fantasi dan analogi langsung adalah bahwa analogi fantasi dapat seluruhnya bersifat fiktif sedangkan pada analogi langsung masalahnya dikaitkan dengan kehidupan nyata. Juga disini semua gagasan siswa diterima untuk kemudian ditinjau kemungkinan penerapannya secara praktis.
                   Analogi pribadi menuntut siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu sendiri. Pemimpin atau guru mulai dengan pendekatan analogi fantasi. Siswa diminta membayangkan situasi pemindahan barang – barang. Setelah melakukan diskusi, salah seorang siswa mengungkapkan gagasan bahwa barang – barang mempunyai kaki, tangan, mata, dan telinga. Guru minta gabunga dari analogi ini dengan situasi masalah. Setelah itu, pemimpin menanyakan analogi langsung.
                   Terakhir, pemimpin meminta gagasan berdasarkan analogi pribadi. Siswa ditugaskan “berperan sebagai barang” dan diminta mn=enyatakan bagaimana meraka ingin dipindahkan. jawaban – jawaban menunjukkan keinginan untuk ditandatangani dengan hati – hati. Menggabung kedua gagasan ini dengan situasi masalah menghasilkan solusi.
                   Pada akhir synectics guru menyampaikan hasil – hasil yang dicatat di papan tulis. Dalam siding lanjutan gagasan – gagasan tersebut ditinjau kembali dan dinilai. Kelas mengakhiri kegiatannya dengan menulis surat dengan saran – saran (Feldhusen & Treffinger, 1980)

2.    Futuristics 
       Mengajar dengan pandangan masa depan (futuristic point of view) amat penting agar siswa berbakat kelak dapat menggunakan kemampuan meraka untuk membantu mencipta masa depan.
       Pendekatan dalam menggunakan futuristics dengan siswa berbakat agak berbeda dari yang digunakan kebanyakan guru di dalam kelas biasa. Dalam mengejar futuristics dipandang sebagai suatu falsafah mengajar yang menggunakan sudut tinjau futuristics (masa depan).

       Hal ini dapat meningkatkan pembelajaran pada semua mata pelajaran. Jika futuristics diajarkan sebagai topic tersendiri atau sebagai pengalaman satu kali saja, maka tidak memungkinkan penyerapan pemikiran futuristis. Satu cara untuk menggambarkan penyerapan menyeluruh adalah dengan membayangkan garis waktu (Sick, 1987).

Masa lalu                                 masa kini                                 masa depan
                                                                                                                       

       Tujuan khusus untuk mengajar dengan pandangan masa depan adalah :
1.      Memberikan siswa cara – cara berpikir tentang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan lebih positif.
2.      Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami sistem – sistem yang kompleks.
3.      Membantu siswa menemukemali dan memahami masalah – masalah utama yang timbul di masa depan.
4.      Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya.





Salah satu program sekolah menengah menggunakan tema “peranan umat manusia dalam membangun masa depan”. Beberapa gagasan yang diberikan oleh siswa :
1.      Mencipta banyak alternative masa depan.
2.      Melihat dirinya sebagai pemeran aktif sehubungan dengan masa depan, adaripada sebagai pemeran yang pasif.
3.      Mengembangkan tujuan jangkan pendek dan jangka panjang.
4.      Melihat dirinya sebagai warga dunia.
5.      Mengenal kekuatan dan kecenderungan yang membentuk masa depan.
6.      Memahami dampak dari perubahan – perubahan yang cepat dan menemukan cara – cara untuk mengatasinya.
7.      Mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh warga Negara di masa depan, yang meliputi: kelancaran dalam berpikir, pemikiran yang berakhir terbuka, berpikir divergen, pemecahan masalah secara kreatif, kelenturan dalam berpikir, mengambil resiko, berpikir orisinil, pengambilan keputusan dengan pilihan dan memadukan informasi dan gagasan dari  berbagai sumber.
a.    Menulis scenario
           Salah satu cara untuk merangsang siswa berbakat menulis scenario adalah dengan menggunakan pemacu atau mengantar scenario. Misalnya pengantar scenario mengenai penggunaan waktu luang di masa depan.

b.    Roda masa depan
           Future Wheels dikembangkan oleh Jerry Glenn, seorang futuris. Gagasannya adalah untuk mengidentifikasi suatu kecenderungan yang ada atau yang akan timbul dan menempatkan kecenderungan ini dipusat, dan kemudian menemukenali hubungan sebab – akibat dari kecenderungan itu.

c.    Trending
           Trending atau melihat kecenderugnan – kecenderungan merupakan teknik lain yang berguna untuk melengkapi teknik roda masa depan.
           Trending menggunakan pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut:
1.      Bilamana kecenderungan itu mulai tampak?
2.      Terhadap siapa kecenderungan ini mempunyai dampak positif?
3.      Terhadap siapa kecenderugnan ini mempunyai dampak negative
4.      Apakah kecenderungan ini berinteraksi dengan kecenderungan lainnya?
Jika ya, kecenderungan mana?
5.      Jika kita ingin meningkatkan kecenderungan ini, bagaimana kita dapat melakuakannya?
6.      Jika kita ingin memperlambat atau menghentikan kecenderungan ini, apa yang dapat kita kita lakkukan?

           Dalam bukkunya Megatrends, Naisbitt (1982) membuat prediksi masa depan berdasarkan anaisis dari amerika saat ini. Beberapa kecenderungan yang relevan untuk Indonesia diperkirakan adalah sebagai berikut :
1.      Masyarakat agraris menuju ke masyarakat industry, dan masyarakat industry menuju ke masyarakat informasi.
2.      Ekonomi nasional menuju ke ekonomi global.
3.      Tinjauan jangka pendek menuju ke tinjauan jangka panjang.
4.      Sentralisasi menuju ke desentralisasi.
5.      Bantuan kelembagaan menuju ke bantuan diri sendir (self-help).
          Pentingnya pendekatan garis waktu dinyatakan oleh naisbitt sebagai berikut: “cara yang paling andal untuk mengantisipasi masa depan adalah dengan memahami masa kini. “dengan menggunakan teknik futuistik di dalam kelas, siswa berbakat meramal (predict, porecast, ingat model talenta berganda dari Taylor) masa depan akan terlibat secara aktif dalam merencanakan dan mencipta masa depan meraka. Pendekatan fituristis menekankan penggunaan proses pemikiran tingkat tinggi yang sangat perlu bagi siswa berbakat.
2.4. Teknik kreatif tingkat III
            Pada tingkat III siswa dilibatkan dalam tantangan dan masalah nyata. Ia menjadi seorang peneliti dan dalam penelitiannya ia dapat menggunakan teknik – teknik kreatif yang sudah dipelajari pada tingkat I dan II.

1.    Pemecahan masalah secara kreatif
           Proses pemecahan masalah meliputi lima langkah yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan. Tahap pertama didahului dengan ungkapan pikiran dan perasaan mengenai masalah yang dirasakan sebagai mengganggu (mess) tetapi masih samar – samar (fuzzy problem).
           Tahap menemukan fakta ialah tahap mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang ingin dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan. Tahap ini didahului oleh keadaan “kacau” dan masalahnya masih samar – samar (mess and fuzzy problem).
           Pada tahap menemukan masalah, diupayakan merumuskan masalah dengan menanyakan: “dengan cara-cara apa saja….”; pernyataan ini mengundang memberikan banyak gagasan. Pemikir diharapkan dapat mengembangkan masalahnya dengan menemukenali sub masalah; masalah dapat dirumuskan kembali (redefinition) atau disempitkan.
           Pada tahap menemukan gagasan diupayakan mengembangkan gagasan pemecah masalah sebanyak mungkin. Dalam hal ini dpat digunakan teknik – teknik yang sudah diajarkan pada tingkat I dan tingkat II, seperti sumbang saran dan daftar periksa untuk membantu menemukan ide – ide yang member kebebasan pada imajinasi dan menangguhkan kritik. Yang penting ialah memperoleh banyak gagasan.
           Pada tahap penemuan sosial, gagasan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya diseleksi berdasarkan criteria evaluasi yang bersangkut-aut dengan masalahnya, misalnya berdasarkan waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan gagasan tersebut. Setiap gagasan dinilai berdasarkan kriteria yang ditentikan.
           Pada tahap terakhir, menemukan penerimaan atau tahap pelaksanaan disusun rencana tindakan agar mereka yang mengambil keputusan (kepala sekolah, orang tua, majikan, dan lainnya) dapat menerima gagasan tersebut dan melaksanakannya.

2.    Proses lima tahap (shallcross)
           Kreatifitas primer ialah proses pemecahan masalah secara alamiah oleh pikiran kita, karena pemikir tidak menyadari bahwa terjadi suatu proses, sedangkan pada kratifitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan yang berlangsung melalui beberapa tahapan.
           Teknik pemecahan masalah secara kreatif yang dikemukakan oleh Shalcross, (1985) meliputi lima tahap, yaitu orientasi, persiapan, penggagasan, penilaian, dan pelaksanaan atau implementasi. Sedangkan teknik Shallcross hanya terdiri dari lima tahap. Pernyataan masalah dirumuskan pada tahap orientasi, sedangkan tahap persiapan adalah tahap menemukan, pengagasan merupakan tahap menemukan gagasan, tahap penilaian sesuai dengan tahap penemuan solusi, dan tahap implementasi  adalah tahap menemukan penerimaan pada CPS. Pendekatan dari Shallcross ini dibahas lebih terinci dengan mengemukakan suatu contoh penerapannya pada siswa sekolah dasar.
           Pada tahap, orientasi masalah dirumuskan atau tujuan ditentukan. Masalah atau topic dijabarkan dengan menulis suatu paragraph yang melukiskan bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai topic atau masalah tersebut. Kemudian dalam satu atau dua kalimat dirumuskan tujuan yang ingin dicapai atau masalah yang hendak dipecahkan.
           Pada tahap persiapan kita menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai masalahnya yang menanyakan semua fakta yang belum kita ketahui. Tahap ini adalah tahap pengumpulan data.
          
           Pertama, daftar semua informasi factual yang sudah dimiliki dengan menanyakan:
·         Siapa?
·          Apa?
·         Bilamana?
·         Dimana?
·         Mengapa?
                                   
                                    kedua, daftarlah semua informasi factual yang masih perlu diperoleh. Untuk setiap butir daftar ini, sebut kemingkinan sumber – sumber yang dapat member informasi tersebut. Jangan membatasi diri pada sumber – sumber yang biasa digunakan. Gunakan teknik – teknik yang sudah dipelajari sebelumnya untuk menemukan sumber – sumber yang baru, yang tidak lazim atau konvensional.
                                    Pada tahap pengagasan, anda menerapkan berpikir divergen untuk menghasilkan gagasan – gagasan sementara (tentative) untuk pemecahan masalah. Gunakan 10 menit sebagai upaya awal; cobalah terapkan aturan dasar dari sumbang saran:
1.      Menangguhkan penilaian
2.      Kebebasan dalam mengungkapkan gagasan
3.      Mengejar kuantitas
4.      Menyambung pada gagasan – gagasan sebelumnya

                                    Pada tahap penilaian dan evaluasi, anda menerapkan berpikir konvergen yaitu menyeleksi gagasan – gagasan yang paling baik untuk dilaksanakan. Kunci untuk penilaian yang berhasil ialah menemukan criteria untuk mempertimbangkan kelayakan dari setiap gagasan. Setiap criteria dipilih berdasarkan pertimbangan apa dampaknya terhadap situasi atau orang apabila gagasan itu dilaksanakan.
                                    Tahap pelaksanaan merupakan tahap terakhir dalam prosespemecahan masalah secara kreatif. Perlu diperhatikan bahwa kelima tahap ini tidak statis. Mungkin saja ketika anda mengerjakan tahap ketiga timbul informasi yang penting untuk tahap pertamaatau kedua. Dalam hal ini anda dapat kembali dan melengkapi informasi tambahan itu. Makin lengkap setiap tahap, semakin besar kemungkinan mencapaipemecahan yang memuaskan.

                                    Perlu disusun rencana implementasi yang dapat dilaksanakan. Bergantung dari sifat proyek anda, pilihlah dari pertanyaan berikut yang cocok untuk rencana pelaksanaan anda:
1.      Apa yang pertama-tama harus dilakukan?
2.      Siapa saja yang terlibat?
3.      Siapa lagi yang harus saya yakinkan mengenai gagasan-gagasan saya?
4.      Strategi apa yang akan saya gunakan untuk meyakinkan?
5.      Bahan atau material apa yang perlu saya kumpulkan?
6.      Jadwal apa yang perlu disusun kembali?
7.      Adakah sesuatu yang perlu dikorbankan untuk melaksanakan gagasan ini?
8.      Bilamana waktu terbaik untuk mulai?
9.      Tempat mana yang paling baik untuk melakukannya?
10.  Bagaimana urutan tahapan pelaksanaan yang paling baik?

a.    Menggunakan proses pemecahan masalah ini dengan anak
           Jika memperkenalkan proses pemecahan masalah ini kepada anak kecil, kita harus menggunakan materi yang dekat dengan kehidupan anak, misalnya suatu masalah sekolah yang mereka rasakan, seperti:
-          Bagaimana membagi tugas – tugas di dalam kelas secara merata.
-          Bagaimana menangani barang yang hilang dan yang ditemukan.
-          Bagaimana merencanakan peringatan hari ibu.

1.    Tahap orientasi
           Tahap orientasi dapat memunculkan faktor–faktor emosional yang terlibat dalam masalah tersebut. Siswa merasa terganggu atau tidak senang dengan situasi bermasalah. Memecahkannya dalam sub-masalah membantu anak menyadari hal – hal kecil yang berperan dalam menimbulkan ketidaknyamanan umum, juga membantu mereka melihat bahwa apabila sub-masalah yang ditangani sendiri, masalah umum lebih mungkin dipecahkan. Kedua, menyadari adanya beberapa sub-masalah membantu perolehan informasi factual yang diperlukan pada tahap kedua.

2.    Tahap persiapan
           Sebagaimana telah dikemukakan, tahap ini berkenaan dengan fakta yang telah diketahui dan informasu yang masih diperlukan. Pada saat ini penting untuk membahas bersama perbedaan antara fakta dan pendapat, fakta dan dugaan, fakta dan desas-desus. Kemudian meminta siswa untuk melihat sub-masalah yang mereka ungkapkan dan menentukan fakta. Ini semua dapat didaftar sebagai fakta. Dapatkah mereka memikirkan fakta lainnya? Guru membina siswa untuk meluaskan dasar informasi mereka dengan menyebutkan satu demi satu hal-hal tersebut:
·         Pukul berapa bel berbunyi untuk masuk kelas?
·         Pukul berapa bis datang?
·         Pukul berapa pejalan kaki datang?
·         Hal – hal yang dilakukan siswa di luar gedung sebelum bunhyi bel?
·         Aturan sekolah khusus jika cuaca buruk?

3.    Tahap pengagasan
           Siswa diminta mengemukakan pertanyaan kreatif (“dengan cara – cara apa kita dapat…”) dari sub-masalah yang mereka temukan atau dari informasi factual yang diperoleh. Pilihlah pertanyaan khusus untuk dikerjakan dalam bentuk kelompok kecil atau seluruh kelas. Terapkan sumbang saran atau teknik lain untuk memunculkan gagasan.

4.    Tahap penilaian
           Dalam kelompok kecil atau dengan seluruh kelas siswa diminta menetukan criteria untuk melihat gagasan mereka. Ada baiknya menggunakan beberapa waktu agar siswa memahami perbedaan antara “pemungutan suara” karena mereka menyukai suatu gagasan dan menilai potensi suatu gagasan dengan mengukurnya berdasarkan criteria tertentu yang dipilih. Ketika mengajukan setiap criteria gunakan pertanyaan dampaknya terhadap; hail ini membantu siswa memahami arti criteria. Jika bekerja dengan anak kecil, gunakan matriks tetapi mungkin terlalu sulit bagi mereka untuk memahami pembobotan. Untuk pertama kali bayak criteria sampai tiga atau empat, bergantung dari umur dan kemampuan anak.

5.    Tahap pelaksanaan
           Pada umumnya siswa senang merancang rencana tindakan untuk gagasan yang dinilai terbaik. Menentukan apa yang harus pertama – tama dilakukan, bagaimana membagi tanggung jawab, dan memberikan pengalaman yang bermakna bagi mereka.
 
 





Daftar Pustaka


       Utami Munandar. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta