TEKNIK & PEMECEHAN MASALAH
SECARA KREATIF (BAB IX)
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka
Memenuhi Tugas Yang Diberikan
Oleh Dosen Pengampu,
Resty Pramitha Dewi, S.Psi., M.psi., Psi.
Disusun
Oleh :
Arpin Joyo
10110022

SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU
REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagia Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala limpahan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan karunia-NYA.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad SAW. Salah satu
nikmatnya yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah.
Dalam makalah berisi tentang Teknik
Dan Pemecahan Masalah Secara Kreatif.
Dalam makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
- Resty Pramitha Dewi, S.Psi.,M.Psi., Psi. Selaku pengampu mata kuliah Pengembangan Kreativitas yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan review jurnal ini.
- Dan semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian review makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga kesempurnaan makalah ini semakin nyata.
Bandar Lampung, Mei 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Ada satu adagium yang sangat terkenal dari seorang tokoh
dunia dan masuk dalam kategori
100 orang paling berpengaruh di dunia, yaitu Albert Einstein. Ya, dialah penemu
teori relativitas yang mengguncang dunia sains karena keberaniannya mengkritik
dan menerobos kemapanan dunia sains yang telah dikembangkan secara massif oleh
ilmuwan sebelumnya.
Einstein mengemukakan bahwa “imagination is more
important than knowledge”; imajinasi lebih penting dari pada pengetahuan.
Imajinasi merupakan komposisi dasar dan paling utama dari konstruk yang disebut
dengan kreatifitas. Kreatifitas lahir dari suatu imajinasi yang menembus batas
pemikiran yang lazim.
Kreatifitas mulai mendapat perhatian kurang lebih
menjelang paruh pertama abad XX atau tepatnya setelah perang dunia II. Di
Indonesia, perhatian pada bidang ini juga tumbuh dengan pesat terutama sejak
penelitian Munandar pada tahun 1977 yang menekankan pentingnya kreatifitas
dikembangkan pada pendidikan formal serta pertama kalinya diciptakan tes
kreatifitas di Indonesia; makin disadari perlunya langkah-langkah konkret untuk
mengembangkan kreatifitas sejak dini (Mulyadi, dalam Rosalina, 2008).
Menurut
hasil riset Torrance (Freeman& Munandar, dalam Rosalina, 2008) pada
anak-anak di Amerika menunjukkan bahwa kreatifitas mencapai puncaknya antara
usia 4 sampai 4,5 tahun. Berdasarkan hasil penelitiannya pada tahun 1962,
Torrance menemukan bahwa pada anak-anak di Amerika terlihat kemampuan
kreatifitasnya menurun satu tingkat skor saat ia berusia 5 tahun. Untuk itulah
perlu diadakan upaya peningkatan kreatifitas pada anak sejak usia dini.
Para ahli juga menegaskan bahwa kreatifitas mencapai
puncaknya di usia antara 4 sampai 4,5 tahun. Anak prasekolah memiliki daya
imajinasi yang amat kaya sedangkan imajinasi ini merupakan dasar dari semua
jenis kegiatan kreatifitas. Mereka memiliki “kreatifitas alamiah” yang tampak
dari perilaku seperti : sering bertanya, senang menjelajahi lingkungan, tertarik
untuk mencoba segala sesuatu, dan memiliki daya imajinasi yang kuat.
Dalam kehidupan ini kreatifitas sangat penting, karena
kreatifitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses
kehidupan manusia. Kreatifitas manusia melahirkan pencipta besar yang mewarnai
sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya spektakulernya, seperti
Thomas Alfa Edison (penemu bola lampu), Wrighst bersaudara (penemu pesawat
terbang), Warren Buffet (Orang terkaya di dunia dan menjadi inspirator bagi
pelaku pasar lain), Bill Gates (Owner Microsoft), JK Rolling (Author serial
Harry Potter), dan sebagainya.
Kreatifitas menjadi suatu trend tersendiri dewasa ini,
mengingat ranah kehidupan manusia terus mengalami dinamisasi yang signifikan
sehingga membutuhkan kemampuan dan kecakapan hidup dalam mengarunginya. Jika
tidak ingin tergerus oleh perkembangan zaman, maka seseorang dituntut untuk
lebih kreatif dan mengelaborasi seluruh potensi dan kemampuan inherennya untuk
melahirkan, paling tidak satu karya kecil, yang tidak hanya bermanfaat bagi
dirinya, tetapi juga bagi orang lain.
Apresiasi
terhadap kreatifitas menjadi satu keniscayaan tersendiri, khususnya bagi
individu yang hidup di lingkungan yang penuh dengan tantangan inovasi dan
kreasi untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dari kebanyakan, sehingga dapat
memberi manfaat pada yang bersangkutan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengerti tentang kreatifitas.
2. Mengerti masalah – masalah dalam menghambat
kreatifitas.
3. Mampu menerapkan teknik – teknik pemecahan masalah
secara kreatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Pemecahan
masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang
dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi. Pemecahan masalah adalah apa
yang terjadi ketika respon rutin dan otomatis tidak sesuai dengan kondisi yang
ada (Woolfolk & Nicholich, 2004:320).
Santrock
(2005:356) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk menemukan
cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai
(belum tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988:379) mengemukakan bahwa
pemecahan masalah adalah suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu
tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan
menghadapi persoalan dan dengan demikian dia akan terpacu untuk mencapai tujuan
itu dengan menggunakan berbagai cara.
Hunsacker
(Lasmahadi, 2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses
penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang
diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses pemecahan
masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang
didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang
tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas
hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Munandar (Rosalina, 2008)
mengatakan bahwa kreatifitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru
berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada.
Pemecahan
masalah secara kreatif merupakan upaya pemecahan suatu masalah dengan
menggunakan cara-cara yang kreatif dan revolusioner (mengkombinasikan berbagai
teknik dan metode), sehingga hasilnya lebih signifikan. Cara-cara kreatif
dimaksud merupakan cara atau metode yang baru dan komprehensif dan cenderung
eksentrik. Metode demikian merupakan suatu penjabaran dari metode-metode yang
telah ada sekaligus sebagai upgrading dari metode-metode yang telah ada.
Aplikasi
metode pemecahan masalah secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset)
yang menerobos kelaziman
paradigma tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah
kreatif merupakan upaya pemecahan masalah dengan metode (cara) yang efektif dan
komprehensif.
2.2. Tekhnik kreatif
tingkat I
a. Memberikan Pemanasan
(Warming up)
Dalam
menumbuhkan iklim atau suasana keratif di dalam kelas yang memungkinkan siswa
untuk membuka dirinya, maka guru perlu melakukan “pemanasan” atau warming up, jika siswa di dalam kelas di
tuntut untuk mengerjakan tugas – tugas yang hanya mempunyai satu jawaban yang
benar, maka siswa memerlukan switch mental
dari proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen
dan imajinatif.
Pemanasan dapat dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan rasa ingin tahu
siswa, seperti “apa saja yang membuat kamu senang?” cara lain berhasil guna
adalah dengan mendorong siswa mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah,
seperti misalnya sering terjadinya perkelahian antara siswa.
Berpikir divergen dapat pula
sirangsang dengan mengajukan pertanyaan mendorong ungkapan pikiran dan perasaan
yang berakhir terbuka (open-ended thoughts and feelings), seperti :
1.
Andaikata…
Andaikata
tidak pernah hujan, apa akibatnya?
2.
Dapatkah memberikan judul
lain untuk suatu cerita, sajak, atau lukisan?
3.
Dapatkah menyelesaikan
gambar, bentuk, atau cerita yang belum selesai?
4.
Dapatkah memukirkan
penggunaan baru untuk benda sehari – hari, seperti kapur, pensil, bola tenis,
halaman sekolah?
b. Sumbang Saran
(Brainstorming)
Teknik sumbang saran yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn
merupakan teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan
diterapkan dengan tepat (Shallcross, 1985).
Osborn, pendiri dari Creative
Education Foundation, dalam bukunya Applied
Imagination menetukan empat aturan
dasar untuk sidang sumbang saran, yaitu :
a.
Tidak memberikan kritik
Asas pertama dari berpikir divergen ialah
meniadakan sendor untuk kala waktu tertentu. Hal ini dilakukan karena pada
umumnya kita cenderung kritis dan berhati – hati, kita dianjurkan untuk selalu
mempertimbangkan, selektif, dan lebih menghargai kualitas daripada kuantitas.
kecenderungan kritis ini menyebabkan kita lebih memperhatikan apa yang salah,
apa yang lemah, apa yan keliru, pada gagasan yang diberikan orang lain,
daripada memperhatikan yang baik.
Kritik yang cepat tanpa memberikan
kesempatan untuk mengembangkan suatu gagasan baru dapat mematikan
krativitas.kritik yang sering didengar terhadap suatu gagasan yang diberikan
ialah :
1.
Hail itu sudah sering
dilakukan.
2.
Hal itu belum pernah
dilakukan.
3.
Rasanya tidak akan jalan.
4.
Gagasan itu aneh sekali.
Anggota
kelompok harus dilatih untuk bersikap terbuka terhadap gagasan
orang lain, dan dapat
menanguhkan pemberian kritik.
b.
Kebebasan dalam memberikan
gagasan
Diperlukan iklim tertentu agar seseorang
bebas dalam mencetuskan gagasan, yaitu iklim dimana ia merasakan aman, diakui,
dan dihargai. Apalagi jika siswa belum biasa untuk bebas berbicara, hal ini pun
memerlukan latihan.
c.
Member banyak gagasan
(penekanan pada kuantitas)
Di sini berlaku asas quantity breeds quality, dengan memberikan banyak gagasan, makin
besar kemungkinan bahwa diantra sekian banyak gagasan ada beberapa yang baik,
yang berkualitas. Jika dalam sidang sumbang saran, 10 persen dari gagasan yang
baik, yang dapat dikerjakan, maka jika ada 100 gagasan, yang yang termasuk baik
satu. Dengan menekankan kuantitas, disamping kemungkinan memilih lebih besar,
peserta dituntut untuk berusaha lebih keras dalam menyambungkan gagasan.
d.
Gabungan dan perbaikan ide
(membonceng, hitch hiking)
Dalam sidang sumbang saran tidak jarang
terjadi bahwa gagasan yang diberikan seseorang menyambung pada gagasan orang
lain. Ini merupakan salah satu manfaat terbesar
dari teknik sumbang saran bahwa peserta siding saling memacu dalam pemberian
gagasan. Biasanya suasana menjadi menyenangkan dan mencerminkan keasyikan,
memberikan pengalaman positif bekerja sama untuk mencapai tujuan memecahkan
masalah.
Peranan dari pemimpin siding sumbang saran
sangat penting karena ia bertanggung jawab bahwa anggota kelompok mematuhi
aturan dasar dan sekaligus ia berfungsi sebagai fasilitator proses. Sebagai
pemimpin ia harus mengingatkan anggota kelompok jika melanggar aturan, misalnya
memberikan kritik, dan bahwa ungkapan gagasan tidak perlu panjang lebar.
Sebagai fasilitator ia sering menghadapi kesulitan untuk mendorong pemberian
ide tanpa menunjukka kesetujuan atau ketidaksetujuan.
Pemimpin sidang perlu memperhatikan
waktu.kadangkala ada waktu kosong di mana tidak timbul ide – ide. Ini berarti
siswa memerlukan waktu untuk berpikir (inkubasi), tapi jika ini berlangsug
lamadapat menimbulkan frustasi pada siswa. Dalam hal ini pemimpin (guru) dapat
memudahkan proses dengan memberikan keranka pemikiran yang berkaitan dengan
masalah.
Memberikan kerangka pemikiran seperti ini
meningkatkan kelenturan pemikiran, dan sebagaimana diketahui kelenturan
merupakan salah satu aspek dari berpikir kreatif, yaitu kemampuan untuk mengubah
perspektif atau sudut tinjau.
c. Pertanyaan yang memacu
gagasan (idea spurring questions)
Teknik ini juga disebut daftar periksa (checklist),
dikembangkan oleh Alex Osborn dengan tujuan meningkatkan gagasan. Pertanyaan –
pertanyaan Osborn yang berupa “kata kerja manipulative” membantu seseorang
dalam mengembangkan gagasan kreatif dengan melihat hubungan – hubungan baru,
memanipulasi informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide – ide yang orisinil.
Daftar pertanyaan Osborn adalah sebagai berikut (dikutip
Shallcross, 1985):
a.
Digunakan untuk hal – hal lain
(Put to other uses)
Penggunaan
lain bila dimodifikasi?
b.
Menyesuaikan (Adapt)
Apa
lainnya yang seperti ini?
Gagasan
– gagasan lain apakah yang dapat disarankan?
c.
Mengubah (Modify)
Mengubah
arti, warna, gerakan, suara, aroma, rasa, bentuk, ukuran?
Perubahan
lain?
d.
Memperbesar (Magnify)
Apa
yang perlu ditambah atau diperbesar/ditingkatkan?
Frekuensinya?
Kekuatannya? Ukurannya?
Tambah
bahannya? Perlu digandakan?
e.
Memperkesil (Minify)
Apa
yang perlu dikurangi?, dihilangkan?, diperkecil?, dipadatkan?, diperpendek?
Dibuat
lebih ringan?, diperlambat?, dibagi?
f.
Mengganti (Substitute)
Menggantikan
apa atau siapa? Bahan lain? Proses lain?
Tempat,
waktu atau pendekatan lain?
g.
Menyusun kembali (Rearrange)
Adakah
unsure – unsure yang perlu diubah susunannya?
pola,
tata, letak, urutan lain?
h.
Membalik (Reverse)
Melakukan
yang sebaliknya, yang bertentangan
Memutarbalikkan;
yang atas jadi bawah, yang dalam jadi luar
i.
Menggabung (Combine)
Menggabung
tujuan? Menggabung gagasan?
Menggabung
fungsi? Menggabung dana? Dipadukan?
Contoh
pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa:
a.
Penggunaan lain. Apa yang
dapat anda lakukan dengan 100 roda dari sepatu roda?
b.
Menyesuaikan, apa saja yang
dapat digunakan sebagai tempat duduk?
c.
Mengubah, apa saja yang
dapat anda pikirkan agar pergi ke dokter gigi lebih menyenangkan?
d.
Memperbesar, bagaimana bila
ulang tahun dirayakan tiga kali dan tidak hanya sekali setahun?
e.
Memperkecil. Bagaimana jika
sekolah hanya satu jam sehari?
Bagaimana
jika orang hanya 30 sentimeter tingginya?
f.
Mengganti, apa yang akan
terjadi jika sepeda dapat terang di udara dan berlayar di laut?
g.
Menyusun kembali. Bagaimana
jika anda belajar di sekolah pada malam hari dan tidur siang hari?
h.
Membalik. Bagaimana rasanya
jika setiap orang selalu berjalan ke belakang?
i.
Menggabung, penemuan apa
yang dapat anda hasilkan jikalemari es, radio, dan jendela digabung?
2.3. Teknik kreatif tingkat
II
1. synectics
Teknik synectics dikembangkan
oleh William J.J. Gordon dan merupakan tekik berpikir kreatif yang menggunakan
analogi dan metafor (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan
mengembangkan berbagai sudut tinjau (Feldhusen & Treffinger, 1980). Tidak
memerlukan peralatan, kecuali kertas atau papan tulis untuk mencatat ide – ide.
Langkah pertama ialah merumuskan masalah yang ditulis di papan tulis agar semua
dapat melihatnya. Kegiatan selanjutnya dengan seluruh kelas dipimpin oleh guru
atau dalam kelompok kecil dipimpin oleh siswa.
Ada
tiga jenis analogi yang digunakan dalam synectics, yaitu analogi fantasi,
analogi langsung, dan analogi pribadi. Yang paling umum digunakan ialah analogi
fantasi; disini siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah,
termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. Guru dapat meminta siswa memikirkan
bagaimana dapat menggerakkan alat yang berat di halaman sekolah. Siswa dapat
menghayalkan analogi seperti makhluk – makhluk kecil mengangkat alat tersebut,
menggunakan gajah atau balon raksasa. Seperti pada sumbang saran, semua saran
diterima, tidak ada yang dikritik, dan siswa dapat melanjutkan gagasan siswa
lain.setelah menghasilkan sejumlah gagasan fantasi, guru mengajak siswa
melakukan evaluasi praktis dan menganalisis gagasan untuk menemukan yang mana
dapat diterapkan secara praktis.
Bentuk
analogi yang lain adalah analogi langsung. Disini siswa diminta untuk menemukan
situasi masalah sejajar dalam situasi kehidupan nyata. Beda utama antara
analogi fantasi dan analogi langsung adalah bahwa analogi fantasi dapat
seluruhnya bersifat fiktif sedangkan pada analogi langsung masalahnya dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Juga disini semua gagasan siswa diterima untuk kemudian
ditinjau kemungkinan penerapannya secara praktis.
Analogi pribadi menuntut
siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu sendiri. Pemimpin atau guru
mulai dengan pendekatan analogi fantasi. Siswa diminta membayangkan situasi
pemindahan barang – barang. Setelah melakukan diskusi, salah seorang siswa
mengungkapkan gagasan bahwa barang – barang mempunyai kaki, tangan, mata, dan
telinga. Guru minta gabunga dari analogi ini dengan situasi masalah. Setelah
itu, pemimpin menanyakan analogi langsung.
Terakhir, pemimpin meminta
gagasan berdasarkan analogi pribadi. Siswa ditugaskan “berperan sebagai barang”
dan diminta mn=enyatakan bagaimana meraka ingin dipindahkan. jawaban – jawaban
menunjukkan keinginan untuk ditandatangani dengan hati – hati. Menggabung kedua
gagasan ini dengan situasi masalah menghasilkan solusi.
Pada akhir synectics guru
menyampaikan hasil – hasil yang dicatat di papan tulis. Dalam siding lanjutan
gagasan – gagasan tersebut ditinjau kembali dan dinilai. Kelas mengakhiri
kegiatannya dengan menulis surat dengan saran – saran (Feldhusen &
Treffinger, 1980)
2.
Futuristics
Mengajar dengan pandangan
masa depan (futuristic point of view)
amat penting agar siswa berbakat
kelak dapat menggunakan kemampuan meraka untuk membantu mencipta masa depan.
Pendekatan dalam menggunakan futuristics dengan siswa berbakat agak
berbeda dari yang digunakan kebanyakan guru di dalam kelas biasa. Dalam
mengejar futuristics dipandang
sebagai suatu falsafah mengajar yang menggunakan sudut tinjau futuristics (masa depan).
Hal ini dapat meningkatkan pembelajaran
pada semua mata pelajaran. Jika futuristics diajarkan sebagai topic tersendiri
atau sebagai pengalaman satu kali saja, maka tidak memungkinkan penyerapan
pemikiran futuristis. Satu cara untuk menggambarkan penyerapan menyeluruh
adalah dengan membayangkan garis waktu (Sick, 1987).
Masa
lalu masa
kini masa
depan
Tujuan khusus untuk mengajar dengan
pandangan masa depan adalah :
1.
Memberikan siswa cara –
cara berpikir tentang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan lebih
positif.
2.
Membekali siswa dengan
keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami sistem – sistem yang
kompleks.
3.
Membantu siswa menemukemali
dan memahami masalah – masalah utama yang timbul di masa depan.
4.
Membantu siswa memahami
perubahan dan bagaimana menghadapinya.
Salah
satu program sekolah menengah menggunakan tema “peranan umat manusia dalam
membangun masa depan”. Beberapa gagasan yang diberikan oleh siswa :
1.
Mencipta banyak alternative
masa depan.
2.
Melihat dirinya sebagai
pemeran aktif sehubungan dengan masa depan, adaripada sebagai pemeran yang
pasif.
3.
Mengembangkan tujuan jangkan
pendek dan jangka panjang.
4.
Melihat dirinya sebagai
warga dunia.
5.
Mengenal kekuatan dan
kecenderungan yang membentuk masa depan.
6.
Memahami dampak dari
perubahan – perubahan yang cepat dan menemukan cara – cara untuk mengatasinya.
7.
Mengembangkan keterampilan
yang diperlukan oleh warga Negara di masa depan, yang meliputi: kelancaran
dalam berpikir, pemikiran yang berakhir terbuka, berpikir divergen, pemecahan
masalah secara kreatif, kelenturan dalam berpikir, mengambil resiko, berpikir
orisinil, pengambilan keputusan dengan pilihan dan memadukan informasi dan
gagasan dari berbagai sumber.
a.
Menulis scenario
Salah satu cara untuk merangsang siswa berbakat menulis
scenario adalah dengan menggunakan pemacu atau mengantar scenario. Misalnya
pengantar scenario mengenai penggunaan waktu luang di masa depan.
b.
Roda masa depan
Future
Wheels dikembangkan oleh Jerry Glenn, seorang futuris. Gagasannya adalah
untuk mengidentifikasi suatu kecenderungan yang ada atau yang akan timbul dan
menempatkan kecenderungan ini dipusat, dan kemudian menemukenali hubungan sebab
– akibat dari kecenderungan itu.
c.
Trending
Trending atau melihat kecenderugnan
– kecenderungan merupakan teknik lain yang berguna untuk melengkapi teknik roda
masa depan.
Trending menggunakan pertanyaan – pertanyaan
sebagai berikut:
1.
Bilamana kecenderungan itu
mulai tampak?
2.
Terhadap siapa
kecenderungan ini mempunyai dampak positif?
3.
Terhadap siapa
kecenderugnan ini mempunyai dampak negative
4.
Apakah kecenderungan ini
berinteraksi dengan kecenderungan lainnya?
Jika
ya, kecenderungan mana?
5.
Jika kita ingin
meningkatkan kecenderungan ini, bagaimana kita dapat melakuakannya?
6.
Jika kita ingin
memperlambat atau menghentikan kecenderungan ini, apa yang dapat kita kita
lakkukan?
Dalam bukkunya Megatrends, Naisbitt (1982) membuat
prediksi masa depan berdasarkan anaisis dari amerika saat ini. Beberapa
kecenderungan yang relevan untuk Indonesia diperkirakan adalah sebagai berikut
:
1.
Masyarakat agraris menuju
ke masyarakat industry, dan masyarakat industry menuju ke masyarakat informasi.
2.
Ekonomi nasional menuju ke
ekonomi global.
3.
Tinjauan jangka pendek
menuju ke tinjauan jangka panjang.
4.
Sentralisasi menuju ke
desentralisasi.
5.
Bantuan kelembagaan menuju
ke bantuan diri sendir (self-help).
Pentingnya pendekatan garis waktu dinyatakan
oleh naisbitt sebagai berikut: “cara yang paling andal untuk mengantisipasi
masa depan adalah dengan memahami masa kini. “dengan menggunakan teknik
futuistik di dalam kelas, siswa berbakat meramal (predict, porecast, ingat
model talenta berganda dari Taylor) masa depan akan terlibat secara aktif dalam
merencanakan dan mencipta masa depan meraka. Pendekatan fituristis menekankan
penggunaan proses pemikiran tingkat tinggi yang sangat perlu bagi siswa
berbakat.
2.4. Teknik kreatif tingkat
III
Pada tingkat III siswa
dilibatkan dalam tantangan dan masalah nyata. Ia menjadi seorang peneliti dan
dalam penelitiannya ia dapat menggunakan teknik – teknik kreatif yang sudah
dipelajari pada tingkat I dan II.
1.
Pemecahan
masalah secara kreatif
Proses pemecahan masalah
meliputi lima langkah yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan
gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan. Tahap pertama didahului
dengan ungkapan pikiran dan perasaan mengenai masalah yang dirasakan sebagai
mengganggu (mess) tetapi masih samar
– samar (fuzzy problem).
Tahap
menemukan fakta ialah tahap mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai
masalah yang ingin dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan. Tahap
ini didahului oleh keadaan “kacau” dan masalahnya masih samar – samar (mess and fuzzy problem).
Pada tahap menemukan masalah, diupayakan merumuskan masalah dengan
menanyakan: “dengan cara-cara apa saja….”; pernyataan ini mengundang memberikan
banyak gagasan. Pemikir diharapkan dapat mengembangkan masalahnya dengan
menemukenali sub masalah; masalah dapat dirumuskan kembali (redefinition) atau disempitkan.
Pada tahap menemukan gagasan diupayakan mengembangkan gagasan pemecah
masalah sebanyak mungkin. Dalam hal ini dpat digunakan teknik – teknik yang
sudah diajarkan pada tingkat I dan tingkat II, seperti sumbang saran dan daftar
periksa untuk membantu menemukan ide – ide yang member kebebasan pada imajinasi
dan menangguhkan kritik. Yang penting ialah memperoleh banyak gagasan.
Pada tahap penemuan sosial, gagasan yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya diseleksi berdasarkan criteria evaluasi yang bersangkut-aut dengan
masalahnya, misalnya berdasarkan waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan untuk
melaksanakan gagasan tersebut. Setiap gagasan dinilai berdasarkan kriteria yang
ditentikan.
Pada tahap terakhir, menemukan penerimaan atau tahap pelaksanaan disusun rencana
tindakan agar mereka yang mengambil keputusan (kepala sekolah, orang tua,
majikan, dan lainnya) dapat menerima gagasan tersebut dan melaksanakannya.
2.
Proses lima tahap
(shallcross)
Kreatifitas primer ialah proses
pemecahan masalah secara alamiah oleh pikiran kita, karena pemikir tidak
menyadari bahwa terjadi suatu proses, sedangkan pada kratifitas sekunder ada
peningkatan kesadaran dalam pemecahan yang berlangsung melalui beberapa
tahapan.
Teknik pemecahan masalah secara
kreatif yang dikemukakan oleh Shalcross,
(1985) meliputi lima tahap, yaitu orientasi,
persiapan, penggagasan, penilaian, dan pelaksanaan atau implementasi.
Sedangkan teknik Shallcross hanya terdiri dari lima tahap. Pernyataan masalah
dirumuskan pada tahap orientasi, sedangkan
tahap persiapan adalah tahap
menemukan, pengagasan merupakan tahap
menemukan gagasan, tahap penilaian sesuai
dengan tahap penemuan solusi, dan tahap implementasi
adalah tahap menemukan penerimaan
pada CPS. Pendekatan dari Shallcross ini dibahas lebih terinci dengan
mengemukakan suatu contoh penerapannya pada siswa sekolah dasar.
Pada tahap, orientasi masalah dirumuskan atau tujuan ditentukan. Masalah atau
topic dijabarkan dengan menulis suatu paragraph yang melukiskan bagaimana
pikiran dan perasaan seseorang mengenai topic atau masalah tersebut. Kemudian
dalam satu atau dua kalimat
dirumuskan tujuan yang ingin dicapai atau masalah yang hendak dipecahkan.
Pada tahap persiapan kita menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai
masalahnya yang menanyakan semua fakta yang belum kita ketahui. Tahap ini
adalah tahap pengumpulan data.
Pertama, daftar semua informasi
factual yang sudah dimiliki dengan menanyakan:
·
Siapa?
·
Apa?
·
Bilamana?
·
Dimana?
·
Mengapa?
kedua,
daftarlah semua informasi factual yang masih perlu diperoleh. Untuk setiap
butir daftar ini, sebut kemingkinan sumber – sumber yang dapat member informasi
tersebut. Jangan membatasi diri pada sumber – sumber yang biasa digunakan.
Gunakan teknik – teknik yang sudah dipelajari sebelumnya untuk menemukan sumber
– sumber yang baru, yang tidak lazim atau konvensional.
Pada tahap pengagasan, anda menerapkan berpikir
divergen untuk menghasilkan gagasan – gagasan sementara (tentative) untuk
pemecahan masalah. Gunakan 10 menit sebagai upaya awal; cobalah terapkan aturan
dasar dari sumbang saran:
1.
Menangguhkan penilaian
2.
Kebebasan dalam
mengungkapkan gagasan
3.
Mengejar kuantitas
4.
Menyambung pada gagasan –
gagasan sebelumnya
Pada tahap penilaian dan evaluasi, anda menerapkan berpikir konvergen yaitu menyeleksi
gagasan – gagasan yang paling baik untuk dilaksanakan. Kunci untuk penilaian
yang berhasil ialah menemukan criteria untuk mempertimbangkan kelayakan dari
setiap gagasan. Setiap criteria dipilih berdasarkan pertimbangan apa dampaknya
terhadap situasi atau orang apabila gagasan itu dilaksanakan.
Tahap pelaksanaan merupakan tahap terakhir
dalam prosespemecahan masalah secara kreatif. Perlu diperhatikan bahwa kelima
tahap ini tidak statis. Mungkin saja ketika anda mengerjakan tahap ketiga
timbul informasi yang penting untuk tahap pertamaatau kedua. Dalam hal ini anda
dapat kembali dan melengkapi informasi tambahan itu. Makin lengkap setiap
tahap, semakin besar kemungkinan mencapaipemecahan yang memuaskan.
Perlu
disusun rencana implementasi yang dapat dilaksanakan. Bergantung dari sifat
proyek anda, pilihlah dari pertanyaan berikut yang cocok untuk rencana pelaksanaan
anda:
1.
Apa yang pertama-tama harus
dilakukan?
2.
Siapa saja yang terlibat?
3.
Siapa lagi yang harus saya
yakinkan mengenai gagasan-gagasan saya?
4.
Strategi apa yang akan saya
gunakan untuk meyakinkan?
5.
Bahan atau material apa
yang perlu saya kumpulkan?
6.
Jadwal apa yang perlu
disusun kembali?
7.
Adakah sesuatu yang perlu
dikorbankan untuk melaksanakan gagasan ini?
8.
Bilamana waktu terbaik
untuk mulai?
9.
Tempat mana yang paling
baik untuk melakukannya?
10. Bagaimana
urutan tahapan pelaksanaan yang paling baik?
a.
Menggunakan proses
pemecahan masalah ini dengan anak
Jika memperkenalkan proses pemecahan masalah ini
kepada anak kecil, kita harus menggunakan materi yang dekat dengan kehidupan
anak, misalnya suatu masalah sekolah yang mereka rasakan, seperti:
-
Bagaimana membagi tugas –
tugas di dalam kelas secara merata.
-
Bagaimana menangani barang
yang hilang dan yang ditemukan.
-
Bagaimana merencanakan
peringatan hari ibu.
1.
Tahap orientasi
Tahap orientasi dapat memunculkan
faktor–faktor emosional yang terlibat dalam masalah tersebut. Siswa merasa
terganggu atau tidak senang dengan situasi bermasalah. Memecahkannya dalam
sub-masalah membantu anak menyadari hal – hal kecil yang berperan dalam
menimbulkan ketidaknyamanan umum, juga membantu mereka melihat bahwa apabila
sub-masalah yang ditangani sendiri, masalah umum lebih mungkin dipecahkan.
Kedua, menyadari adanya beberapa sub-masalah membantu perolehan informasi
factual yang diperlukan pada tahap kedua.
2.
Tahap persiapan
Sebagaimana telah dikemukakan, tahap
ini berkenaan dengan fakta yang telah diketahui dan informasu yang masih
diperlukan. Pada saat ini penting untuk membahas bersama perbedaan antara fakta
dan pendapat, fakta dan dugaan, fakta dan desas-desus. Kemudian meminta siswa
untuk melihat sub-masalah yang mereka ungkapkan dan menentukan fakta. Ini semua
dapat didaftar sebagai fakta. Dapatkah mereka memikirkan fakta lainnya? Guru
membina siswa untuk meluaskan dasar informasi mereka dengan menyebutkan satu
demi satu hal-hal tersebut:
·
Pukul berapa bel berbunyi
untuk masuk kelas?
·
Pukul berapa bis datang?
·
Pukul berapa pejalan kaki
datang?
·
Hal – hal yang dilakukan
siswa di luar gedung sebelum bunhyi bel?
·
Aturan sekolah khusus jika
cuaca buruk?
3.
Tahap pengagasan
Siswa diminta mengemukakan pertanyaan
kreatif (“dengan cara – cara apa kita dapat…”) dari sub-masalah yang mereka
temukan atau dari informasi factual yang diperoleh. Pilihlah pertanyaan khusus
untuk dikerjakan dalam bentuk kelompok kecil atau seluruh kelas. Terapkan
sumbang saran atau teknik lain untuk memunculkan gagasan.
4.
Tahap penilaian
Dalam kelompok kecil atau dengan seluruh kelas siswa
diminta menetukan criteria untuk melihat gagasan mereka. Ada baiknya
menggunakan beberapa waktu agar siswa memahami perbedaan antara “pemungutan
suara” karena mereka menyukai suatu gagasan dan menilai potensi suatu gagasan
dengan mengukurnya berdasarkan criteria tertentu yang dipilih. Ketika
mengajukan setiap criteria gunakan pertanyaan dampaknya terhadap; hail ini membantu
siswa memahami arti criteria. Jika bekerja dengan anak kecil, gunakan matriks
tetapi mungkin terlalu sulit bagi mereka untuk memahami pembobotan. Untuk
pertama kali bayak criteria sampai tiga atau empat, bergantung dari umur dan
kemampuan anak.
5.
Tahap pelaksanaan
Pada umumnya siswa senang merancang
rencana tindakan untuk gagasan yang dinilai terbaik. Menentukan apa yang harus
pertama – tama dilakukan, bagaimana membagi tanggung jawab, dan memberikan
pengalaman yang bermakna bagi mereka.
Daftar Pustaka
Utami
Munandar. 2009. Pengembangan Kreativitas
Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta